Skip to main content

Posts

Kartupos dari Washington DC

Bayangan gedung US Capitol (DPR Amerika) di genangan air yang membeku Hari ini aku menjelajahi museum Natural History dan galeri seni. Keduanya di satu kompleks, sekitar 30 menit jalan kaki dari hotel. Sebenarnya agak malas jalan, karena dingin dan hujan. Tapi sudah jauh-jauh sampai Washington, masa nggak jalan-jalan dan motret? Besok sudah terbang pulang ke iklim tropis. Lagi pula, jalurnya melewati White House , jadi sekalian mampir untuk numpang narsis di depan rumah Obama. Sayang seflie-nya tidak layak tayang, hehe. Gantinya, ini beberapa gambar dari jalan dan museum.  ~ Si Ayah  Foto-foto Washington DC: White House, rumah Obama. Sayang penghuninya nggak kelihatan. Supreme Court Building. Gedung Mahkamah Agung Amrik. Gloomy Morning Display Mammoth di Museum of Natural History Giant Fish at Museum of Natural History The story of our DNA

Kartupos dari Annapolis

Gereja tua di tengah kota Kota ini kota tua, kata orang. Kota bersejarah, terutama bagi warga kulit hitam Amerika. Kota ini kecil saja. Alun-alunnya hanya memuat sebuah gereja dan kantor pos. Ruas-ruas jalannya sempit, dihimpit rumah-rumah tua yang berpadu dengan bangunan baru. Tapi sayangnya pagi ini aku tak sempat memikirkan sejarah yang dikisahkan kota ini. Yang kupikirkan adalah bagaimana cara mendapatkan magnet kulkas – cindera mata pesanan keluarga – tanpa harus terlalu lama meninggalkan hangatnya kamar hotel. Ya, udara di luar sedang dingin, sekitar minus 25 derajat Celsius. Dingin, bahkan untuk penduduk lokal, gara-gara angin kutub utara yang tahun ini menyapu jauh ke selatan. ~ Si Ayah  Foto-foto Annapolis: Trem gratis (The Free Troley) yang ngetem di depan hotel Westin Rumah-rumah penduduk Pertokoan Balai Kota

Staycation in Surabaya: Hotel 88 Embong Kenongo

Cabang Hotel 88 di Embong Kenongo, Surabaya Untuk menghindari berisik suara terompet, kembang api swadaya dan knalpot brong di malam tahun baru, kami memutuskan staycation di hotel (murah) di Surabaya. Sebenarnya rencana staycation ini tidak sengaja. Ketika saya cek akun Agoda, ternyata poin saya bakal hangus per 31 Desember 2013 kalau tidak digunakan. Sayang banget kan poin-poin yang didapat dari bantu teman-teman backpacker yang belum punya kartu kredit untuk booking hotel ini hilang begitu saja. Iseng-iseng saya cari hotel yang bisa ditukar dengan 12,500 poin Agoda, dan ketemu hotel ini. Saya pesan dua bulan sebelumnya tanpa membuat rencana malam tahun baru sama sekali. Kalaupun nanti nggak jadi ya gakpapa, toh nggak rugi apa-apa. Hotel ini relatif baru, salah satu cabang Hotel 88 yang banyak saya lihat di Singapore. Review -nya bagus. Lokasinya oke, di jalan Embong Kenongo 17, dekat dan bisa jalan kaki ke Plaza Surabaya (Delta), Monumen Kapal Selam, Pasar Bunga Kayoon, TIC (Touri

Keliling Singapura Naik MRT dan Bus

Menunggu kereta MRT di stasiun " How do we get to our hotel, Mom ?" tanya Big A sesaat setelah kami mendarat di Changi. "Naik bis atau kereta," jawab saya. " Oh, I forgot THERE IS public transport ," sambar Big A sambil nyengir. Maksud Big A tentu transportasi umum yang nyaman dan nyambung ke mana-mana. Setelah pindah ke Surabaya setahun belakangan ini, satu-satunya transportasi umum dalam kota yang kami gunakan adalah taksi. Padahal selama lima tahunan tinggal di Sydney dan ketika jalan-jalan di kota-kota di Australia, kami pemakai transportasi umum yang setia . Setelah sempat nyasar di Terminal 1 Changi Airport, kami akhirnya menemukan stasiun MRT di Terminal 3. Saya menghampiri loket dan membeli kartu Ez Link yang bisa digunakan untuk membayar tiket kereta dan bus. Satu kartu baru harganya SGD 12, termasuk 'pulsa' sebesar 7 dolar. Harga kartunya sendiri $5. Selain di loket stasiun MRT, kartu Ez Link ini juga bisa dibeli di toko 7-eleven dan kan

Changi Airport, Terbaik di Dunia?

Kami baru menginjakkan kaki ke belasan bandara sih, dan masih terbatas ke empat negara. Jadi penilaian tentang Changi ini sangat subyektif berdasar pengalaman kami. Tapi sejauh ini, bandara Changi sudah berhasil mencuri hati kami sebagai bandara terbaik. Pelayanan dan kenyamanan di Changi melampaui standar bandara-bandara di Australia dan New Zealand. Kelelahan karena proses cek in Jetstar di bandara Juanda , kami berempat tertidur di pesawat sampai hampir mendarat. Dari balik kaca jendela, saya melihat langit Singapura yang keruh akibat hadiah kiriman asap dari Riau. Tetangga yang baik . Meski psi reading menunjukkan kualitas udara semakin membaik, saya tetap was was kalau kabut asap ini naik lagi dan memaksa kami memilih tempat wisata indoor saja. Mendarat dengan mulus, saya segera move on dari kekesalan layanan cek in Jetstar dan menikmati kenyamanan Changi. Meski jarak dari pesawat landing menuju layanan imigrasi cukup jauh, anak-anak (dan Emaknya) tidak rewel karena ada travel

[Penginapan] Hostel 5.FootWay.Inn Project Boat Quay Singapore

Hostel's reception Boleh nggak sih bawa anak-anak nginep di hostel? Di Singapura boleh-boleh aja tuh, asal di kamar privat. Setelah over budget menginap di hotel Novotel , saya ingin menyeimbangkan anggaran dengan menginap 2 malam di hostel, yang tarifnya hampir separuh dari tarif hotel bintang empat. Saya mengandalkan website Hostel World untuk mengetahui daftar hostel yang tersedia di Singapura. Baru kemudian saya cek website masing-masing hostel. Sebagian besar hostel di Singapura, dalam peraturannya menyebutkan, anak-anak di atas usia 2 tahun boleh menginap, asal di kamar privat atau kalau menyewa seluruh bed di dorm (4 kasur atau 6 kasur).  Setelah browsing dan baca review sana-sini, saya memutuskan memesan kamar di 5.Footway.Inn Project Boat Quay . Grup hostel ini sudah punya banyak properti di Singapura, antara lain di daerah Bugis , Chinatown 1 dan Chinatown 2 . Project Boat Quay adalah hostel terbaru mereka. Lokasinya cukup menarik di tepi Singapore River. Sejak melihat

[Penginapan] Novotel Clarke Quay Singapore

Little A di depan Novotel Clarke Quay Mencari akomodasi di Singapura bisa bikin kepala puyeng karena harganya memang paling mahal dibandingkan dengan kota-kota lain di Asia Tenggara. Pilihan saya jatuh pada Novotel Clarke Quay yang tarifnya waktu itu sedang diskon. Tidak mudah mencari hotel di Singapura yang murah, ramah anak dan bisa mengakomodasi 2 dewasa dan 2 anak dalam satu kamar tanpa tambahan biaya extra bed . Biasanya hotel-hotel murah (bintang 2 dan 3) hanya membolehkan maksimal 3 orang per kamar. Dan kalau harus menambah biaya extra bed , jatuhnya malah bisa lebih mahal daripada hotel bintang 4. Di catatan saya, hotel bintang 4 yang membolehkan 2 dewasa dan 2 anak dalam satu kamar adalah: Holiday Inn (Orchard), Swissotel ( Merchant Court dan The Stamford), Village Hotel (Bugis), dan V Hotel Lavender .  Mengapa harus tertib mencari hotel yang memang bisa berempat se kamar? Memangnya tidak bisa 'menyelundupkan' satu anak kecil, toh gak makan tempat? Saran saya sih,